September 2013
Udara menyengat panas dan berdebu seketika menyapu
wajahku ketika turun dari mobil yang mereka sebut “travel”. Sebuah mobil Kijang
Innova yang isinya penuh sesak oleh penumpang beserta barang bawaan yang kelewat
banyak. Nyaris tak ada lagi ada sisa space untuk bergerak di dalam
mobil. Armada ini menjadi moda transportasi favorit untuk perjalanan darat dari
Pontianak menuju ke Sintang, Kalimantan Barat.
Kami makan siang di sebuah warung makan sederhana pinggir
jalan karena perjalanan masih sangat panjang. Kurang lebih butuh waktu 10 jam perjalanan
darat dari Bandara Supadio Pontianak menuju Manis Raya. Ini kali pertama aku
menginjakkan kaki di daerah yang dilintasi garis khatulistiwa dan selama
seminggu aku akan berada di sini untuk melihat lebih dekat arti perjuangan kehidupan.
Menebar kebaikan, gotong royong, kepedulian, saling
membantu ternyata menjadi nilai yang sangat dijunjung oleh mereka yang tinggal
di sini, daerah yang jauh dari keramaian dan pusat pemerintahan di Pulau Jawa.
***
Hari ketiga di Bumi Khatulistiwa
Sore hari aku diajari menyetir mobil dengan pickup
bak terbuka 2WD. Ini kali pertama aku belajar menyetir, diajari di
lapangan, kemudian pulang kembali ke rumah langsung aku yang menyetir. Karena merasa
percaya diri, esoknya aku membawa mobil ini jalan-jalan sendirian masuk belantara
perkebunan sawit di pagi hari. Nahas, salah satu roda belakang terperosok lubang
di tengah-tengah kebun sawit. Ini bukan mobil 4WD, sudah tidak mungkin
lagi untuk bisa lepas dari lubang.
Aku menelepon meminta tolong untuk dijemput, karena saat
itu sama sekali tidak ada yang lewat untuk bisa dimintai tolong. Saudaraku
datang dan memastikan keadaan, kemudian menelepon rekannya. Tak berapa lama
datang truk pengangkut sawit sudah lengkap beserta tambang besar kemudian
menarik mobil kami yang terjebak.
Selesai mobil keluar, kami berbincang, ternyata sudah hal
biasa di sini jika ada yang terperosok maka kawan-kawan sopir truk maupun yang
punya mobil 4WD akan berdatangan membantu. Jika kondisi berat, tak hanya
satu, tetapi 3 bahkan 4 truk dan mobil 4WD akan datang membantu.
Semangat menebar kebaikan ternyata luar biasa di sini.
Hari ketujuh di Bumi Khatulistiwa
Ini kedua kalinya aku menyaksikan langsung semangat
menebar kebaikan dari orang-orang yang kehidupannya di jalanan dan belantara
Kalimantan. Kami menggunakan mobil pickup 4WD untuk mengirimkan
minyak ke daerah pelosok yang sulit dijangkau. Di sini mobil pickup 4WD memegang
peranan penting dalam pendistribusian logistik, termasuk sembako, bahan
bangunan, bahkan BBM untuk daerah yang memang tak mungkin dilalui oleh mobil
biasa. Dalam perjalanan pulang, mobil kami mengalami trouble, gardan
lepas setelah menerjang jalan berlumpur. Nahas, kunci dan toolkit
tertinggal di rumah, sedangkan posisi kami saat itu di tengah hutan. Baterai
ponsel tinggal satu bar, demikian juga sinyalnya. Alhamdulillah masih bisa
menelepon orang di rumah dan meminta dikirimkan toolkit.
Tak lama berselang lama, muncul pickup 4WD lain
menghampiri kami, si pengemudi bocah masih SD.
“Bang, perlu bantuan apa, Bang? Perlu ditarik?”
Luar biasa, batinku. Pengalaman dan kondisi membuat
mereka benar-benar saling menjaga. Bahkan di sini, bocah usia SD dan SMP sudah banyak
yang mengemudi mobil hingga truk besar.
“Makasih, Dik. Ini cuma lepas bautnya, bentar lagi
kiriman kunci-kunci datang.”
Hari terakhir di Bumi Khatulistiwa
Perjalanan panjang dari bandara ke rumah saudaraku, harus
ditebus dengan perjalanan panjang pula dari rumah menuju bandara ketika akan
pulang ke Jawa. Perjalanan panjang ini aku lalui sepanjang malam. Gelapnya
malam di tengah belantara hutan kalimantan tidak memadamkan semangat menebar
kebaikan dari orang-orang yang ada di sini.
Perjalanan malam untuk armada-armada travel
bukanlah hal yang mudah dan aman. Berjalan sendirian bukanlah pilihan yang tepat
dengan segala risiko yang ada. Mereka berjalan beriringan 5-7 mobil dengan
kecepatan konstan, sedikit lebih ngebut tepatnya. Keluar masuk hutan,
perkebunan sawit, jalan raya, masuk hutan lagi adalah rute yang harus dilalui. Ritual
berhenti sejenak di warung kopi pun dijalankan bersama, semua armada berhenti, sopir
minum kopi untuk mengusir kantuk.
Perjalanan masih berlanjut, jam tanganku menunjukkan
menjelang 01.00 dini hari saat sopir menerima telepon bahwa salah satu armada
ada yang terperosok di tepi jurang. Deg, itu yang kami rasakan, semua
penumpang yang ada di mobil ini. Bagaimana tidak khawatir, itu bisa saja
terjadi pada mobil mana pun termasuk yang kami naiki.
“Maaf, kita memutar sebentar ya, membantu salah satu
mobil yang terperosok di pinggir jurang. Nanti minta tolong yang laki-laki membantu
menarik, yang perempuan bantu kasih penerangan senter.”
Mobil yang terperosok sudah ditali, ditarik satu mobil di
depan. Para lelaki membantu menarik mobil itu keluar dari tepi jurang. Sudah
hampir masuk jurang mobil itu kalau tak ada pohon kecil yang menahannya. Peluh
membanjiri baju yang kami kenakan, akhirnya mobil yang terperosok sudah bisa melanjutkan
perjalanan. Rombongan mobil menanti semua, kami berjalan lagi dengan
beriringan.
Pagi subuh aku tiba di Bandara Supadio Pontianak, duduk
menunggu keberangkatan pesawat pertama menuju Yogyakarta.
Sepekan di Kalimantan mengajarkan banyak hal berharga
buatku. Semangat menebar kebaikan ternyata dilakukan oleh semua orang di sini, entah
anak-anak, dewasa, apa pun latar belakang pekerjaan dan status sosial mereka.
Masing-masing orang punya potensi berbeda, masing-masing
orang punya kemampuan berbeda, tetapi masing-masing orang punya semangat yang
sama untuk menebar kebaikan dengan caranya sendiri.
Aku masih menuliskan catatan perjalanan itu,
memikirkannya, merenungkannya selama perjalanan di dalam kereta dari Yogyakarta
menuju kampung halamanku di Solo. Kebaikan itu universal, bisa dilakukan siapa
saja, bisa diberikan kepada siapa saja, bahkan kebaikan itu akan jauh lebih
besar kemanfaatannya jika disinergikan. Mari menyinergikan semangat kebaikan
kita bersama dompetdhuafa.org, agar semangat menebar kebaikan dari
masing-masing kita bisa lebih terasa manfaatnya untuk sesama. Karena Dompet
Dhuafa tak hanya sebagai lembaga yang bergerak di bidang zakat, tetapi punya
segudang program pemberdayaan yang produktif. Dari sini, kebaikan berbagi akan lebih
luas jangkauannya dan lebih terasa dampak positifnya.
“Karena kebaikan jangan berhenti pada diri kita sendiri.
Terbarkanlah dan raih kebaikan berkali lipat.”
“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar
Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa”
#MenebarKebaikan #DompetDhuafa #LombaBlog
Tags:
Lomba