Berbagi Hewan Qurban (BHQ), Solopeduli
Sebelum saya menuliskan cerita ini, saya menegaskan bahwa saya menulis di
sini sebagai fotografer yang diminta untuk membantu pelaksanaan program Berbagi
Hewan Qurban (BHQ) Solopeduli. Kapasitas saya saya di tulisan ini sebagai
fotografer lepas dan seorang travel blogger.
Mencoba tantangan baru
Beberapa waktu yang lalu saya sempat menjadi fotografer untuk fashion
perempuan muslim, namun dengan berbagai pertimbangan saya putuskan untuk tidak
melanjutkannya. Lalu jika hanya memotret liputan untuk tugas di pekerjaan utama
saya sebagai reporter majalah dan sesekali memotret landscape saya
merasa masih kurang, pengin sesuatu yang berbeda. Suatu saat saya ditelpon
diminta untuk membantu mendokumentasikan program ini saya langsung jawab, ya.
***
Suara takbir
berkumandang di mana-mana saat saya motoran menuju kantor pusat Solopeduli di
Jebres. Malam itu saya masih mendapatkan briefing teknis di lokasi. Saya
sebenarnya bukan orang yang terlalu suka dengan keribetan administrasi, namun
saya coba untuk mengikuti panduan dan fokus untuk mendokumentasikan dengan
hasil terbaik dalam waktu sesingkat mungkin. Malam itu saya menyiapkan
peralatan foto yang saya punya, saya memang tidak berhitung nanti dapat uang
berapa tapi saya ingin mencoba tantangan baru.
Canon 50D lawas beserta flash eksternal JJC semua dengan baterai lengkap
dengan cadangannya. Esok paginya saya berangkat setelah sholat subuh menuju
Waduk Cengklik. Setelah sholat Ied di dekat Waduk Cengklik saya bergegas menuju
Karanggede, Boyolali bersama Darojat teman saya dalam misi kali ini.
Senapan serbu 50D
Misi kali ini adalah mendokumentasikan masing-masing hewan kurban, lengkap
dengan nama sohibul qurban, dengan latar backdrop program, dan posisi hewan
terbaik, tenang dan cakep. Di tempat yang cukup cahaya saya merasa sangat
terbantu dengan mode sport dari 50D. Dengan kecepatan sekitar 6 fps - dalam
satu detik bisa jepret 6 foto - sudah cukup untuk rangkap dokumentasi. Artinya,
saat hewan mulai tenang dan dalam posisi terbaik segera berondong dengan mode
burst.
JJC Kewalahan
Memotrer Outdoor siang hari tidak selalu mendapatkan pencahayaan yang
bagus. Dalam posisi tertentu kadang susah mendapatkan hasil terbaik jika tanpa
lampu flash. Siang itu kondisi dan keadaan kurang menguntungkan, saya berada di
tempat panas sedang model yang saya foto - kambing, berada di tempat yang lebih
redup. Sekitar 5 kambing pertama lancar, tanpa mode burst pun tembakan berkala
masih sama- sama tercover oleh kamera maupun flash. Lebih dari 10 kambing, saya
masih di tempat yang terik yang kalah pertama kali flash.
Saya ingat betul bahwa baterai eneloop yang saya gunakan sudah saya charge.
Siang itu belum lama digunakan sudah habis. Segera saya ganti dengan baterai
eneloop cadangan. Ternyata sama, belum begitu lama.sudah gak kuat nyala, habis.
Beberapa foto terpaksa menggunakan flash internal yang waktu pengisiannya lama
sekali. Ya sudah, berarti JJC SF33 memang bukan untuk diajak 'perang'.
Ibu Instruktur Jagal
Dari sekitar pukul 9 pagi hingga adzan dzuhur 69 kambing telah selesai
disembelih dan didokumentasikan. Mode burst di tempat yang cukup cahaya sangat
membantu. Beberapa kambing setidaknya bisa saya jepret 6 kali dalam satu posisi
dan hanya sekali pencet shutter. Sedetik dapet 6, selesai. Hal yang lebih
menarik adalah ketika siang hari saat hendak menyembelih sapi.
Ketika semua masih bingung bagaimana menjatuhkan sapi dengan cepat dan
tanpa menyakiti, justru ada seorang ibu yang datang mengarahkan. Seberapa tali
tambang yang dibutuhkan, diikat di posisi mana, menggunakan simpul seperti apa,
detail sekali. Sekali tarik sapi perlahan merebahkan diri dengan tenang,
tinggal menambah ikatan di tali lalu disembelih. Luar biasa.
GPS Offline Sangat Bermanfaat
Program Berbagi Hewan Qurban ini memang
ditujukan di daerah yang masih minim pembagian daging kurban. Tugas seorang
fotografer adalah mengabadikan momen sebaik mungkin terkait penyembelihan,
pencacahan, pembagian daging kurban, hingga ke pelosok daerah yang memang
dijangkau untuk distribusi. Lokasi penyembelihan saat itu memang di Karanggede,
namun pembagiannya sampai ke daerah Manyaran yang saat itu kami dari tim
dokumentasi tidak hapal daerah. Kami dibantu oleh santri Al Hikmah untuk menuju
lokasi, walaupun demikian harus tanya berkali-kali dan melewati banyak jalan
ekstrim karena jalan utama sedang dalam perbaikan. Tidak jauh memang, hanya 5km
dari tempat penyembelihan tapi jalur menuju lokasi memang tidak mudah.
Ketika akan pulang pun penunjuk jalan
kami tidak hapal jalan. Ini saatnya untuk membuka aplikasi Sygic Offline,
lokasi penyembelihan sudah saya lock koordinat sejak pertama kali datang.
Sehingga sampai serumit apa pun jalan yang dilewati ketika distribusi saya bisa
kembali walaupun di situ tidak ada sinyal. Tinggal duduk manis menyalakan
smartphone saya membonceng teman saya dan memberika navigasi rute. Alhamdulillah
lancar. Bisa menuju titik awal tanpa harus bertanya ke penduduk sekitar.
Perjalanan Pulang
Saya masih
menunggu administrasi selesai dikerjakan oleh tim dari Ponpes Al Hikmah,
Boyolali. Menjelang isya administrasi selesai saya memutuskan segera pulang saja
ke Solo karena masih harus laporan dan kroscek data dengan tim di pusat. Gas
pol menuju solo. Nanti malam saya masih ada tugas lain yang lebih penting dan
lebih istimewa.[]
Memilah daging di bawah Rumah Pohon |
Rebahan dulu ya Sapi :D |
Senyum bahagia mereka |
Comments