Nglanggeran, Gunung Aman untuk Pemula (bonus video)
Mohon maaf saya haturkan kepada para senior, bukan bermaksud menggurui, ini
hanya sekadar share bagi teman-teman semua yang memang sama
sekali belum pernah merasakan naik gunung.
Saya bukan seorang pendaki gunung yang hebat, saya hanya penyuka fotografi
dan jalan-jalan yang kebetulan pernah merasakan naik gunung. Saya yakin semua
sepakat, perjalanan naik gunung mengajarkan banyak hal berharga dalam hidup.
Bonusnya, tentu saja pengalaman dan pemandangan yang luar biasa indah yang kita
dapatkan.
Pengalaman ini yang ingin saya tularkan kepada adik perempuan saya. Biarpun
waktu sekolah sudah pernah merasakan outbond beberapa kali namun untuk urusan
naik gunung sama sekali belum pernah. Liburan lebaran ini kebetulan ada waktu
luang bersama akhirnya kami sepakat untuk mencoba naik gunung. Kami bertiga,
saya, adik saya dan suaminya.
Hal pertama yang kami lakukan tentu saja pamit dan minta doa restu dari
orangtua. Rencana semula akan ke Gunung Andong namun orangtua masih keberatan
mengizinkan, akhirnya pindah ke Nglanggeran.
“Yang dibawa apa aja, Mas?” tanya adikku ketika fix dapat ijin untuk
berangkat ke Nglanggeran.
“Kamu bawa mie, bubur instan, makanan ringan, dan air. Peralatan biar aku
yang ngurusin.”
Saya tinggal kontak Mas Bagonx Adventure, rentalan alat gunung lengganan
saya (recommended pokoknya, nanti saya buat postingan tersendiri untuknya) lalu
pesan alat yang ingin saya bawa. Waktu itu saya membawa; tenda kap.4, carrier
2, sleeping bag 2, matras 3, senter 2, kompor flower, gas kaleng 2, tas P3K dari
PMI Surakarta, pisau lipat, belati, korek, kompas, powerbank, dsb. Sedangkan
untuk logistik adik membawa air mineral 2 botol besar, 1 botol tanggung, 1
botol kecil yang pada akhirnya masih kurang. Tapi masih bisa disiasati untuk
durasi perjalanan yang singkat dan hanya ngecamp semalam.
Kami start jalan dari basecamp sekitar
pukul 20.30. Belum genap 15 menit berjalan, adikku sudah ngos-ngosan walaupun
hanya bawa tas slempang kecil berisi perkap pribadi, sedangkan carrier besar
aku bawa dan carrier tanggung dibawa suaminya. Tempo jalan dikurangi,
lambat-lambat asal tetap jalan terus. Tips ini cukup efektif berdasarkan
pengalamanku pertama kali naik gunung di Lawu dan menggendong Carrier 75 liter.
Rasanya sudah pengin menyerah ketika sudah menghirup napas sebanyak-banyaknya
namun masih saja merasa kurang.
Sekitar 90 menit sampai di puncak
dengan kondisi yang benar-benar sepi. Saya sama sekali tak menyangka kenapa di
akhir pekan dan libur panjang lebaran justru sepi sekali. Di puncak utara hanya
ada 2 tenda dan di puncak utama ada satu tenda besar.
Kesempatan ini kami manfaatkan untuk
memilih lokasi terbaik untuk mendirikan tenda. Tempat terbaik versi Nglanggeran
tentu saja yang tidak jauh dari puncak, tanah rata, ada pohon atau batu besar
yang menghalangi terpaan angin langsung dan tidak jauh juga dari semak — jika
mau pipis dengan segera. Hehe
Tenda eiger berwarna orange berdiri
dengan gagahnya. Tidak berapa lama saya melihat dua orang kelelahan sudah
terkapar memejamkan mata. Ah, adikku berdua sudah kecapekan.
Paginya selepas subuh saya ajak mereka ke puncak
untuk menyaksikan matahari terbit. Selepas sunrise ada beberapa saat di mana
langit berwarna biru cerah, matahari bersinar dengan hangat dan monyet-monyet
dari dasar jurang mulai naik ke atas puncak untuk ikut mencari sisa makanan.
Ini waktu terbaik, karena tidak lama lagi matahari akan semakin panas terik dan
itu artinya kita harus segerap paking dan turun sebelum matahari benar-benar
menyengat.
Jadi, apakah
gunung ini recommended dan aman untuk pemula? Tentu saja. Kami pulang bertemu
dengan ibu-ibu yang naik ke puncak sambil menggendong bayinya.[]
![]() |
eaaaaa |
Comments